BAB IV TIRANI MATAHARI TERBIT



A. Menganalisis Awal Pemerintahan 'Saudara Tua'
       Kedatangan 'saudara tua' sebagaimana Jepang menyebut dirinya, mula-mula
disambut dengan penuh harapan, tetapi kemudian mengecewakan rakyat. Meskipun
demikian, pendudukan Jepang membuka sejarah baru bagi Indonesia
Amrin Imran,'Perang Pasifik, dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda'
dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012

 Gua Jepang atau sering juga disebut dengan Lubang Jepang,
di beberapa daerah di Indonesia hampir dapat dijumpai gua peninggalan
masa pendudukan Jepang itu. Misalnya, di Bukittinggi, Sulawesi Utara,
Papua, Bali, dan tempat-tempat lain. Di Bukittinggi, Gua Jepang saat ini
digunakan sebagai tempat wisata sejarah. 

 Pada masa pendudukan Jepang, Gua Jepang digunakan sebagai benteng
perlindungan tentara Jepang dari serangan musuh. Gua itu dibangun
dengan mengerahkan tenaga kerja murah, yang kemudian dikenal dengan
istilah kerja paksa, atau Romusa.

 Propaganda Jepang mengenai tata pemerintahan baru, keberpihakan
sebagai sesama bangsa Asia, dan janji akan kemerdekaan, memberi harapan
bagi rakyat Indonesia. Kendati sempat dirusak oleh pemerintah Jepang yang
represif, terutama dengan adanya program romusa, dorongan dan gerakan
untuk mencapai kemerdekaan tetap digencarkan oleh kaum pergerakan
secara terang-terang-terangan maupun 'bawah tanah' (Taufik Abdullah
dan A.B. Lapian, (ed) 2012).

 Istilah 'tirani' digunakan untuk menggambarkan tindakan otoriter
dan kekejaman Jepang, sedangkan istilah 'matahari terbit' digunakan untuk
penamaan bagi tentara Jepang. Sebab, posisi negara Jepang jika dilihat dari
Indonesia, terletak di arah timur atau sama dengan arah saat matahari terbit,
sehingga Negara Jepang disebut Negara Matahari Terbit.

B.  Menganalisis Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang
 Faktor penyebabnya adalah adanya kemenangan
Jepang atas Rusia pada tahun 1905. Sementara, Moh. Hatta dan Syahrir
yang dikenal antifasisme, semestinya menentang Jepang, namun keduanya
menyusun strategi yang saling melengkapi. Moh. Hatta mengambil sikap
kooperatif dengan Jepang, sementara Syahrir akan menyusun "gerakan
bawah tanah" (gerakan rahasia). Syahrir yang radikal dan bergerak di 
"bawah tanah", mendapat dukungan dari tokoh-tokoh lain, seperti Cipto 
Mangunkusumo dan mantan anggota PNI Baru, Amir Syarifudin. Padahal Amir
Syarifudin dikenal sebagai sosok yang bersikap anti-Jepang. Bahkan Amir 
Syarifudin dimanfaatkan oleh Belanda untuk menyusun gerakan perlawanan 
terhadap Jepang. 
 Untuk ini Amir Syarifudin telah menerima sejumlah uang 
dari seorang pejabat Belanda (Van der Plas), sebagai imbalan. Sukarno dan
Moh. Hatta bergabung dalam mengambil sikap kooperatif dengan Jepang.
Langkah tersebut diambil semata-mata demi tujuan yang lebih penting,
yakni kemerdekaan. Bahkan kedua tokoh ini juga mengusulkan agar segera
dibentuk organisasi politik, karena setelah Jepang berkuasa di Indonesia,
semua organisasi politik yang pernah berkembang di zaman Hindia Belanda
dibubarkan. 

1. Organisasi yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan
 a. Gerakan Tiga A
 b. Pusat Tenaga Rakyat
 c. MIAI dan Masyumi
 d. Jawa Hokokai

2. Organisasi-organisasi Militer dan Semimiliter
 a. Pengerahan Tenaga Pemuda
 b. Organisasi Semimiliter</b>

Previous
Next Post »